Jejak Pramoedya Ananta Toer di Blora dapat ditelusuri melalui rumah masa kecilnya di Jalan Sumbawa nomor 40, bekas bangunan sekolah dasar Institut Boedi Oetomo (sekarang SMPN 5 Blora), dan situs-situs yang menginspirasi karyanya, seperti kompleks pemakaman di Jetis tempatnya sering merenung. Selain itu, jejaknya juga terekam melalui mural yang dibuat di kawasan Lapang Kridosono.
Tempat-tempat yang bisa dikunjungi
- Rumah masa kecil: Terletak di Jalan Sumbawa nomor 40, Jetis. Lokasinya tidak jauh dari Alun-alun Blora dan kini telah dijadikan taman bacaan.
- Bekas sekolah dasar Institut Boedi Oetomo: Bangunan ini masih bisa dilihat di depan SMPN 5 Blora dan ditandai dengan sebuah prasasti.
- Kompleks pemakaman Jetis: Di masa kecilnya, lokasi ini menjadi tempat ia menyendiri dan merenung setelah dimarahi ayahnya.
- Mural di Lapang Kridosono: Tersebar beberapa mural yang menggambarkan sosok Pramoedya, salah satunya di kawasan ini.
Jejak dalam karya
- Karya-karya Pramoedya seringkali menjadikan Blora sebagai latar cerita, seperti dalam novel “Cerita Dari Blora” yang diterbitkan tahun 1962.
- Buku-buku ini menggambarkan kondisi sosial, budaya, dan kehidupan masyarakat Blora, termasuk sejarah dan pergolakan batin yang dialami oleh banyak tokoh.
- “Jangan Panggil Aku Samin” juga merupakan salah satu karya yang terinspirasi dari Blora dan menampilkan tokoh-tokoh seperti Inem, teman bermainnya yang berusia 8 tahun.
Hal yang perlu diperhatikan
- Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora pada 6 Februari 1925 dan meninggal dunia pada 30 April 2006.
- Karya-karyanya, seperti Tetralogi Pulau Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca), telah diterjemahkan ke lebih dari 40 bahasa dan membuatnya menjadi salah satu sastrawan Indonesia terkemuka di dunia.
- Meskipun karya-karyanya terkenal di seluruh dunia, ia mengalami berbagai bentuk penindasan, pemenjaraan, dan penyensoran selama hidupnya.

